Sajak kesekian untuk Venny
Memori kembali terbuka, memori yang rekah penuh luka
kini kembali terbuka bersama siang yang datang tanpa kabar
dengan sebuah surat singkat yang menyayat dan suara
yang penuh dengan diktat-diktat keangkuhan
tidakkah ingat tentang janji yang kau tanam setiap
pagi di halaman rumahku, yang kau sirami dengan senyum.
Kau pupuk dengan kecup dan peluk yang takhluk.
Mungkinkah bibir hanya tabir, yang mudah kau ukir,
Seperti kaum fakir yang tak pernah diikutkan dalam
pesta megah para tuan tanah, yang melimpah-ruah makanan
di mana-mana, sedangkan di sampingnya para tetangga
memegang perut hampir semaput karena beberapa
hari tak ada makanan yang bisa disambut.
Ataukah kau sama seperti penguasa beberapa tahun yang silam,
atas nama kemanusiaan menyiksa para tahanan dengan kejam,
sehingga luka dan nyawa sebagai permainan sandiwara.
Sekali lagi, sepenggal kerinduan yang kupunya
telah kau rampas dan kau ganti dengan airmata,
menyisakan gersang, dan sepasang kisah menyakitkan
dan kini benih di halaman rumahku telah tumbuh menjadi
pohon yang tajam seperti belati yang siap menyayat hati
ketika aku membangun istana rindu untukmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar